SEPASANG PEDANG IBLIS : JILID-30


Bukan main marahnya hati Milana. Tak dapat disangkal lagi, pemuda itu amat tampan menarik, masih muda, sebaya dengannya, pakaiannya indah, kulit mukanya putih bersih, matanya bersinar-sinar, pendeknya dia seorang pemuda yang tampan gagah sukar dicari keduanya. Akan tetapi sinar matanya yang agak aneh itu mengandung sesuatu yang mengerikan, sedangkan kata-kata dan sikapnya membuat Milana merasa muak dan membangkitkan perasaan tidak senang yang mendekati kebencian.
"Jadi engkau adalah bocah Pulau Neraka yang amat jahat itu? Engkaulah yang sudah merampas pedang Lam-mo-kiam milik Gak Bun Beng?"
Wan Keng In mengerutkan alisnya yang tebal hitam. "Eh, engkau mengenal Gak Bun Beng? Dia sudah mati, bukan? Engkau siapa, Nona?"
"Siauw-tocu, dia inilah puteri Ketua Thian-liong-pang. Dia lihai sekali," seorang anggota Pulau Neraka tiba-tiba berkata sambil mencoba untuk bangkit. Tulang kakinya pecah terkena cambukan tali sutera Milana tadi.
"Aihhhh, kiranya puteri Ketua Thian-liong-pang? Pantas saja cantik jelita dan lihai. Sungguh tepat kalau begitu. Engkau puteri Ketua Perkumpulan Thian-liong-pang yang terkenal di seluruh dunia, aku pun putera Majikan Pulau Neraka yang tidak kalah terkenalnya. Sungguh merupakan jodoh yang setimpal sekali!"
"Tutup mulutmu yang kotor!" Milana memaki dan tangannya bergerak.
"Tar-tar!"
Ujung tali sutera hitam melecut di udara dan menyambar ke arah kedua pelipis kepala Wan Keng In dengan kecepatan kilat. Sekali ini, Milana bukan sekedar menggerakkan senjata untuk menghajar, melainkan dia memberi serangan totokan yang merupakan serangan maut.
Biasanya Wan Keng In memandang rendah kepada semua orang. Akan tetapi begitu bertemu dengan Milana, entah bagaimana, hatinya tertarik seperti besi tertarik oleh besi sembrani. Belum pernah selama hidupnya dia tertarik oleh wanita seperti itu. Dia bukan seorang mata keranjang sungguh pun dia biasa disanjung wanita dan biasanya dia memandang rendah wanita-wanita cantik yang dianggapnya belum cukup untuk duduk berdampingan dengannya! Sekali ini, begitu melihat Milana, dia tergila-gila. Ketika dia menyaksikan gerakan ujung tali sutera, dia menjadi makin gembira dan kagum. Gerakan ini bukanlah gerakan sembarangan dan sama sekali tidak boleh dipandang ringan!
"Engkau hebat, Nona!" Dia memuji akan tetapi cepat ia miringkan kepala untuk menghindarkan totokan maut itu, kemudian tangannya cepat menyambar untuk menangkap ujung tali sutera hitam.
"Cuiittt... taaar!"
Lihai sekali Milana bermain tali sutera yang digerakkan seperti pecut itu. Begitu totokannya pada pelipis yang bertubi-tubi menyerang pelipis kanan-kiri itu tidak mengenai sasaran, bahkan hampir dicengkeram oleh tangan Wan Keng In, dara itu telah membuat gerakan dengan pergelangan tangannya dan ujung tali sutera itu sudah melecut dan menotok ke arah jalan darah di pergelangan tangan yang hendak menangkapnya!
"Trikkkk!"
"Engkau memang hebat, Nona manis!" Keng In kembali memuji sambil tersenyum lebar.
Akan tetapi Milana kini terkejut bukan main. Pemuda itu tadi telah menggunakan jari telunjuknya untuk menyentik ujung tali suteranya yang menotok ke arah pergelangan tangan. Gerakan itu demikian tepat mengenai ujung tali sutera sehingga ujung tali terpental. Hanya orang yang telah memiliki ilmu kepandaian tinggi saja yang dapat melakukan hal ini!
Namun, tentu saja Milana tidak menjadi jeri. Dia tidak pernah mengenal takut dan dia pun sudah percaya penuh akan kepandaian sendiri. Biar pun tak mungkin dia dapat mewarisi seluruh ilmu kepandaian ibunya yang amat banyak itu, namun kiranya hanya beberapa macam ilmu yang amat tinggi dan terlalu sukar saja yang belum diajarkan ibunya kepadanya dan kalau hanya melawan musuh yang sebaya dengannya saja, kiranya di dunia ini sukar ada yang akan dapat menandinginya.
"Jahanam busuk, bersiaplah untuk mampus!" bentaknya dan kini terdengarlah ledakan-ledakan nyaring ketika ujung tali sutera itu menari-nari di tengah udara, membentuk lingkaran-lingkaran yang besar kecil saling telan, kemudian lingkaran-lingkaran hitam itu berjatuhan ke bawah, susul-menyusul dalam serangkaian serangan maut ke arah tubuh Wan Keng In dengan kecepatan kilat yang menyilaukan mata karena lingkaran itu tidak lagi berupa sabuk atau tali sutera, melainkan tampak seperti sinar hitam saja.
"Bagus sekali...!" Wan Keng In kembali memuji dan tiba-tiba tubuhnya bergerak lenyap, lalu tampak berkelebatan seperti bayangan setan menari-nari di antara sinar hitam yang bergulung-gulung dan melingkar-lingkar!
Wan Keng In tidak mau menggunakan pedangnya yang ampuh. Jika dia menggunakan pedang Lam-mo-kiam, sekali sambar saja tentu akan putus tali sutera hitam itu. Akan tetapi dia tidak mau melakukan hal ini, karena selain dia tidak mau menghina Milana, juga dia ingin memamerkan kepandaiannya. Memang hebat sekali pemuda ini. Gerakannya yang cepat itu hanya membuktikan bahwa ginkang-nya sudah mencapai tingkat yang amat tinggi sehingga tubuhnya itu amat ringan dan amat cepat, dapat mengelak dari setiap sambaran sinar tali sutera!
Menyaksikan pertandingan yang amat hebat, luar biasa dan indah dipandang ini, otomatis perkelahian-perkelahian antara rombongan Pulau Neraka dan rombongan Thian-liong-pang terhenti. Mereka menonton karena maklum bahwa pertandingan antara kedua orang muda putera dan puteri ketua masing-masing rombongan itu merupakan pertandingan yang menentukan. Kalah menangnya pertandingan antara kedua orang muda yang lihai bukan main itu berarti kalah menangnya pula perang kecil antara kedua rombongan itu!
Gerakan tali sutera itu makin hebat dan bukan lagi lingkaran-lingkaran yang dibentuk oleh sinar hitam itu, melainkan bentuk-bentuk segi tiga, segi empat, bahkan ada kalanya sinar itu membentuk segi delapan. Ujung sabuk itu menyerang dari delapan penjuru, setiap gerakan merupakan totokan maut dan didasari tenaga sinkang yang sangat kuat. Bukan hanya amat indahnya sinar hitam itu membentuk segi tiga yang ajaib itu, juga gerakannya mengeluarkan bunyi bercuitan, seolah-olah sinar hitam itu hidup!
Itulah permainan tali sutera atau sabuk yang gerakannya berdasarkan Ilmu Silat Pat-sian-sin-kun (Ilmu Silat Delapan Dewa) warisan dari kitab-kitab pusaka peninggalan Pendekar Wanita sakti Mutiara Hitam! Nirahai telah menciptakan ilmu dengan tali sutera ini khusus untuk puterinya setelah dia memperoleh kenyataan bahwa puterinya berbakat baik sekali dalam menggunakan sabuk atau tali sutera halus dan lemas sebagai senjata yang ampuh.
Diam-diam Wan Keng In terkejut dan makin kagum. Dia maklum bahwa kalau dia menghadapi permainan tali sutera lawan yang amat lihai ini dengan tangan kosong saja, lama-lama dia terancam bahaya maut. Ternyata tingkat kepandaian puteri Ketua Thian-liong-pang ini benar-benar mengejutkan hatinya. Kalau dia berpedang, agaknya dia masih akan dapat keluar sebagai pemenang dengan membabat putus tali itu. Akan tetapi, kalau dia menggunakan pedang dan terpaksa merusak tali sutera itu, tentu dara yang menjatuhkan hatinya itu akan tersinggung dan marah. Sebaliknya kalau hendak menaklukkan dara ini dengan tangan kosong, benar-benar merupakan hal yang amat sulit, betapa pun tinggi ilmu kepandaiannya.
Dia harus menggunakan akal dan hal ini merupakan kelebihan dalam kepala Wan Keng In dibandingkan dengan orang-orang muda lainnya. Pemuda ini cerdik bukan main, pandai menggunakan siasat-siasat yang tak terduga-duga dalam keadaan darurat seperti saat itu.
Ketika ujung sabuk atau tali hitam itu untuk kesekian kalinya menotok ke arah jalan darah Kin-ceng-hiat di pundak kiri, tempat yang tidak begitu berbahaya dan yang dapat ia tutup dengan hawa sinkang, dia sengaja berlaku lambat dan ujung tali sutera itu dengan tepat menotok pundaknya yang sudah ia tutup jalan darahnya dan terlindung oleh sinkang yang kuat.
"Prattt!"
Tepat pada saat ujung tali sutera itu menotok pundak, tangan kanan Wan Keng In menyambar dan ia berhasil menangkap ujung tali sutera hitam! Milana terkejut bukan main. Tadinya dia sudah merasa girang karena totokannya berhasil, namun alangkah kagetnya ketika ia melihat bahwa pemuda itu sama sekali tidak menjadi lumpuh, bahkan telah berhasil menangkap ujung tali suteranya! Namun, Milana tidak menjadi panik.
Dia kerahkan sinkang-nya, mainkan pergelangan tangannya dan dengan penyaluran tenaga sinkang dia menggerakkan tali suteranya dan... tubuh Wan Keng In terbawa oleh meluncurnya tali sutera itu ke udara! Milana terus menggerakkan tali suteranya, memutar tali itu ke atas, makin lama makin cepat sehingga tubuh Wan Keng In yang masih berada di ujung tali karena pemuda itu tidak mau melepaskan ujung tali sutera, terbawa pula terputar-putar!
Para anak buah rombongan kedua pihak yang menjadi penonton dengan hati diliputi penuh ketegangan itu menonton dengan mata terbelalak. Demikian tegang rasa hati mereka itu menahan napas ketika menyaksikan pertendingan mati-matian yang kelihatannya seperti main-main atau permainan akrobat yang dilakukan oleh dua orang muda-mudi yang elok dan tampan!
Wan Keng In sengaja membiarkan dirinya terbawa oleh tali yang diputar-putar itu. Kalau dia mau, tentu saja dia dapat mengerahkan sinkang dan mengadu kekuatan dengan dara itu memperebutkan tali sutera. Namun hal ini tentu akan mengakibatkan tali itu putus, hal yang tidak dia kehendaki karena putusnya tali itu bukan berarti bahwa dia telah menang, akan tetapi yang jelas gadis itu tentu akan marah dan benci kepadanya. Tidak, dia tidak menggunakan akal itu, melainkan hendak menggunakan akal lain.
Kalau dia dapat merayap melalui tali, makin lama makin dekat, tentu akhirnya dia akan berhadapan dengan dara jelita itu dan kalau sudah begitu, mudahlah baginya untuk membuat dara itu tidak berdaya tanpa melukainya. Dengan hati-hati dan perlahan, mulailah Wan Keng In merayap melalui tali yang panjang itu, sedikit demi sedikit, bergantung dengan mengganti-ganti tangan sambil tubuhnya masih terputar-putar cepat sekali sehingga dalam pandangan orang lain, tubuhnya berubah menjadi banyak sekali!
Mungkin bagi penonton lain tidak ada yang tahu akan usaha Wan Keng In mendekati lawan dengan cara merayap perlahan-lahan melalui tali sutera yang panjang itu, akan tetapi Milana dapat melihat atau lebih tepat lagi dapat merasakan gerakan lawan yang berada di ujung tali sutera itu. Dara ini tidak bodoh, dan maklum bahwa kalau sampai pemuda itu dapat mendekatinya, belum tentu dia akan dapat menandingi pemuda yang memiliki kepandaian luar biasa itu.
Maka begitu melihat pemuda itu perlahan-lahan merayap mendekat, diam-diam Milana menggerakkan tangan kirinya dan hanya memutar tali itu dengan tangan kanan saja. Tangan kirinya menyusup ke dalam kantung jarumnya, kemudian tampak tiga kali dia menggerakkan tangan kirinya ke depan. Gerakan tangan yang tidak begitu tampak, karena sambitan jarum-jarumnya itu ia lakukan dengan pergelangan tangan dan jari-jari tangan. Namun, tiga kali tampak sinar halus menyambar ke arah tubuh Wan Keng In yang terbawa tali berputaran, sinar kemerahan halus dari jarum-jarum Siang-tok-ciam (Jarum Racun Wangi)!
"Celaka...!" Wan Keng In berseru kaget ketika melihat menyambarnya sinar halus dan mencium bau harum. Tahulah dia bahwa dia yang sedang diputar-putar seperti kitiran itu kini diserang dengan senjata-senjata rahasia yang amat halus dan mengandung racun yang baunya harum pula!
Namun selain telah mempelajari ilmu-ilmu tingkat tinggi dari ibunya, Wan Keng In juga sudah menerima gemblengan dari Cui-beng Koai-ong yang sakti, maka walau pun keadaannya itu amat berbahaya, namun dia masih bersikap tenang dan tiba-tiba tubuhnya yang berada di ujung tali sutera itu membuat gerakan berputar pula! Hebat bukan main pemandangan di waktu itu. Tubuh di ujung tali sutera itu berputaran, sedangkan tali itu sendiri berputar cepat. Dengan gerakan berputaran ini, Wan Keng In dapat menyelamatkan diri dan mengelak dari sambaran jarum-jarum Siang-tok-ciam. Namun dia juga telah menemukan akal baru yang luar biasa dan cerdik sekali.
Dengan pengukuran tenaga yang tepat, Wan Keng In dapat mengerahkan sinkang-nya dan memberatkan tubuhnya sehingga tiba-tiba tali sutera yang berputar itu tak dapat dikuasai lagi oleh kedua tangan Milana dan berputar melibat tubuh dara itu.
"Aihhhhh...!" Milana menjerit kaget, sadar setelah terlambat karena tali yang berputar cepat itu sekarang telah membuat beberapa putaran mengelilinginya dan karena tali menurun akibat beratnya tubuh Wan Keng In, maka tali itu membelit-belit tubuhnya, menelikung kedua lengannya sendiri!
Terdengar suara Wan Keng In tertawa-tawa sambil terus membuat gerakan mengayun sehingga tali itu biar pun tidak lagi dipegang oleh Milana, masih terus berputar melibat tubuh Milana yang berusaha meronta-ronta.
"Ha-ha-ha, Nona manis. Bukankah dengan begini berarti engkau telah tertawan olehku seperti tertawannya hatiku olehmu?"
"Krakkkkkkk!" Tiba-tiba terdengar bunyi keras. dan dari dalam lubang kuburan tampak bayangan berkelebat, didahului sinar kilat menyambar ke arah tali sutera.
"Bretttt!" Tali sutera itu putus dan tubuh Wan Keng In yang masih terayun di ujung tali, tentu saja terpelanting. Untunglah pemuda itu masih mampu berjungkir balik sehingga tidak terbanting ke atas tanah.
Milana mempergunakan kesempatan baik itu untuk melepaskan diri. Ketika dia melihat bahwa yang muncul adalah seorang wanita muda yang cantik, segera dia mengenal wanita itu sebagai gadis yang pernah mengacau Thian-liong-pang ketika di rumah penginapan. Dia menjadi terkejut dan khawatir sekali, maka menggunakan kesempatan selagi gadis itu berhadapan dengan Wan Keng In, dia memberi isyarat kepada anak buahnya dan meninggalkan tempat itu dengan cepat.
Anak buahnya pergi sambil membawa jenazah-jenazah para kawan yang menjadi korban. Rombongan Pulau Neraka tidak mencegah mereka melarikan diri karena merasa jeri terhadap Milana, apa lagi kini tuan muda mereka sedang menghadapi lawan baru berupa dara perkasa yang galak, murid dari datuk mereka yang selama sepekan ini berlatih di dalam tanah kuburan bersama datuk mereka, Bu-tek Siauw-jin! Mereka menjadi bingung dan tidak berani turut campur, memandang dengan hati penuh ketegangan.
"Keparat, siapa engkau...? Ehhh, kiranya kau, bocah setan dari Pulau Es? Ha-ha-ha, kukira siapa! Dan Li-mo-kiam masih berada di tanganmu? Bagus...! Kau harus berikan Li-mo-kiam kepadaku, agar dapat kuhadiahkan kepada calon isteri... haiiii! Ke mana dia...?" Wan Keng In menoleh dan ketika dia melihat Milana sudah tidak berada di situ lagi, dia menjadi bengong dan mencari ke sana-sini dengan pandang matanya.
"Siauw-tocu, mereka telah pergi...!" kata seorang di antara anak buahnya.
"Tolol! Goblok kalian semua! Mengapa kalian bolehkan pergi? Hayo kita..." belum habis ucapannya, Wan Keng In terkejut sekali dan terpaksa dia melempar tubuh terjengkang ke belakang untuk menghindarkan sinar kilat yang menyambar tubuhnya. Kiranya Kwi Hong telah menyerang dengan menusukkan Li-mo-kiam ke arah dadanya. Gerakan gadis ini cepat sekali sehingga hampir saja dia menjadi korban. Marahlah Wan Keng In.
"Kau berani melawan aku? Hemm, apa yang kau andalkan? Pedang itu? Baik, kita lihat siapa yang lebih unggul antara murid Pulau Neraka dan murid Pulau Es!"
Setelah berkata demikian, Wan Keng In menggerakkan tangan kanannya, meraba punggung di balik jubah. Ketika tangannya diangkat, tampak sinar kilat dan Lam-mo-kiam sudah berada di tangannya!
Kwi Hong amat membenci pemuda ini. Kemarahannya memuncak ketika dia melihat Lam-mo-kiam di tangan pemuda itu. Dia tahu bahwa itu adalah pedang Gak Bun Beng yang dirampas oleh Keng In. Semenjak dia masih belum dewasa, bocah Pulau Neraka ini sudah menjadi musuhnya.
"Keparat jahanam! Manusia tidak kenal malu! Pedang curian kau pamerkan di sini. Bukan aku yang harus menyerahkan Li-mo-kiam kepadamu, melainkan engkau yang harus memberikan Lam-mo-kiam itu kepadaku sebelum lehermu putus!"
"Singgggg...!" sinar kilat di tangan Kwi Hong menyambar ke depan, disambut sinar kilat yang sama di tangan Wan Keng In.
"Wuuuuiiiitttt!"
Dua orang itu terkejut bukan main karena pedang mereka tertolak ke belakang sebelum bertemu! Seolah-olah dari sepasang pedang itu timbul hawa yang ajaib yang membuat kedua pedang tidak dapat saling sentuh, melainkan terdorong membalik oleh tenaga mukjizat tadi!
Namun Kwi Hong tidak mempedulikan hal ini dan cepat dia menyerang lagi. Terjadilah perang tanding yang amat hebat, lebih menegangkan dari pada pertandingan antara Wan Keng In dan Milana tadi, karena kini kedua orang muda itu mempergunakan sepasang pedang yang membuat para penonton merasa tubuhnya panas dingin. Baru sinar dan hawa pedang itu telah membuat mereka yang berada di situ meremang semua bulu di badan dan mengkirik. Hal ini tidaklah mengherankan karena kini yang mengeluarkan sinar adalah Sepasang Pedang Iblis yang memiliki hawa mukjizat seolah-olah dikendalikan oleh roh-roh dan iblis-iblis yang haus darah!
Memang hebat sekali pertandingan antara kedua orang muda itu. Hebat, menyilaukan mata dan amat aneh sehingga menyeramkan para penonton. Betapa tidak aneh kalau kedua orang itu bergerak cepat sehingga bayangan mereka tertutup gulungan dua sinar pedang yang seperti kilat berkelebatan, akan tetapi sama sekali tidak pernah terdengar suara beradunya senjata? Seolah-olah tidak pernah ada yang menangkis, padahal kedua orang itu mainkan pedang secara dahsyat dan ada kalanya untuk menyelamatkan diri, jalan satu-satunya hanya menangkis. Akan tetapi, begitu seorang di antara mereka menggerakkan pedang menangkis, serangan lawan terhalau oleh tangkisan tanpa kedua pedang itu saling bersentuhan karena keduanya tentu terpental oleh tenaga mukjizat. Seolah-olah Sepasang Pedang Iblis itu keduanya saling tidak mau bersentuhan.
Sebetulnya, kalau ditilik dasarnya, ilmu silat kedua orang muda ini masih satu sumber. Wan Keng In adalah putera dari Lulu yang sejak kecil menerima gemblengan ilmu dari ibunya ini. Lulu adalah adik angkat Pendekar Super Sakti dan biar pun kemudian Lulu menjadi murid Nenek Maya, namun sumber dari ilmu silatnya masih tetap sama, yaitu yang berasal dari Pulau Es, berasal dari Bu Kek Siansu. Tentu saja karena tingkat kepandaian Pendekar Super Sakti jauh lebih tinggi dari pada tingkat kepandaian Lulu, apa yang diajarkan kepada Kwi Hong sebenarnya bermutu lebih tinggi pula dari pada pelajaran yang diterima Wan Keng In dari ibunya.
Akan tetapi, setelah Keng In digembleng oleh kakek sakti yang tidak seperti manusia, Cui-beng Koai-ong, kepandaian pemuda itu meningkat secara tidak lumrah sehingga tingkatnya kini bahkan sudah melampaui tingkat kepandaian ibunya sendiri!
Keng In merasa penasaran sekali. Kalau saja tidak mengingat bahwa gadis ini adalah murid Pendekar Siluman atau Pendekar Super Sakti Majikan Pulau Es, tentu dia sudah mengeluarkan ilmu-ilmu-nya yang mukjizat, yang ia dapatkan dari gurunya. Akan tetapi dia tak mau membunuh Kwi Hong. Dia ingin menawannya untuk menunjukkan kepada Majikan Pulau Es yang dibencinya, orang yang telah membikin sengsara hati ibu kandungnya, bahwa dia tidak takut menghadapi Pulau Es, dan dia bahkan ingin mempergunakan nona ini untuk memancing datangnya Pendekar Siluman untuk bertanding!
Tiba-tiba Wan Keng In mengeluarkan suara gerengan yang tidak lumrah manusia. Gerengan yang keluar dari pusarnya, melalui kerongkongan dan mengeluarkan getaran yang seolah-olah membuat bumi tergetar! Kwi Hong sendiri menjadi pucat wajahnya dan biar pun dia telah mengerahkan sinkang, tetap saja jantungnya tergetar dan gerakannya tidak tetap. Pada saat itu, ilmu pedang yang dimainkan oleh Keng In telah berubah aneh dan ganas bukan main.
Kwi Hong merasa gentar, jantungnya berdebar dan melihat pemuda itu menggerakkan pedangnya, ia menjadi pening, seolah-olah ia melihat lawannya menjadi tinggi besar dan menakutkan, gerakannya menjadi luar biasa cepat dan kuatnya! Kalau saja dia tidak sedikit-sedikit memetik gerakan kilat gurunya, tentu saja sudah kena dicengkeram oleh tangan kiri Keng In yang menyelingi gerakan pedangnya!
"Hyaaahhh!" tiba-tiba Keng In membentak, tubuhnya secara mendadak bergulingan dan pedangnya membabat secara bertubi-tubi ke arah kedua kaki Kwi Hong. Dara ini cepat meloncat-loncat dan menjauhkan diri, akan tetapi tiba-tiba lawannya bangkit dan memukul dengan tangan kiri terbuka. Serangkum dorongan telapak tangan ini menyambar ke arah dada Kwi Hong.
"Aihhhhh!" Dara ini cepat melakukan gerak mendorong yang sama, dengan tangan kirinya, didorongkan ke arah tangan lawan sambil mengerahkan tenaga Inti Es yang dilatihnya di Pulau Es.
"Wesss...!"
Dua tenaga raksasa bertemu di udara, di antara kedua telapak tangan yang terpisah berjarak dua kaki saja. Tenaga panas bertemu dengan dingin dan akibatnya Kwi Hong terjengkang ke belakang oleh karena pada saat tenaga itu bertemu, kembali Keng In mengeluarkan gerengan yang menggetarkan jantung itu. Sebelum Kwi Hong sempat meloncat, Keng In sudah menotok punggungnya dan begitu lengan Kwi Hong lemas, cepat pedang Li-mo-kiam telah dirampasnya!
Walau pun tubuhnya sudah menjadi lemah dan lumpuh, Kwi Hong masih mampu menggunakan mulutnya untuk memaki-maki, "Pengecut! Curang engkau! Tidak tahu malu! Pencuri busuk, hayo kembalikan pedangku dan kita bertanding secara bersih! Kau menggunakan ilmu siluman, keparat busuk!"
"Ikat dia dan bungkam mulutnya!" Keng In berkata sambil membelakangi Kwi Hong, menyimpan Li-mo-kiam yang disatukan dengan Lam-mo-kiam, disembunyikan di balik jubahnya. Dia berdiri dengan sikap sombong, menengok ke kanan kiri, tersenyum mengejek sambil berkata, mengerahkan khikang-nya sehingga suaranya terdengar sampai jauh.
"Haiiiiii! Pendekar Siluman Si Kaki Buntung! Lihat, muridmu telah kutawan! Kalau kau memang seorang gagah, datanglah dan bebaskan muridmu!"
Wajah para anak buah Pulau Neraka menjadi pucat mendengar tantangan yang keluar dari mulut Majikan Muda itu! Betapa pun lihainya Tuan Muda mereka itu, namun tidak selayaknya menantang Pendekar Siluman seperti itu! Baru mendengar nama Pendekar Siluman saja, wajah mereka sudah menjadi pucat, apa lagi ditantang oleh majikan mereka!
"Kau berani membuka mulut besar karena kau tahu bahwa Pamanku tidak berada di sini! Kalau Pamanku berada di sini, tentu engkau tak berani bernapas! Jangankan dengan Paman, dengan aku pun kalau engkau tidak berlaku curang, menggunakan ilmu siluman, engkau takkan mampu menang. Pengecut busuk, manusia keparat tak tahu malu!"
"Cepat bungkam mulutnya!" Keng In membentak tanpa menoleh.
Seorang wanita anggota Pulau Neraka yang bermuka biru muda cepat menggunakan sehelai sapu tangan untuk menutup mulut Kwi Hong, diikatkan ke belakang leher, kemudian dia melanjutkan pekerjaan mengikat tangan Kwi Hong yang dibelenggu dan ditelikung ke belakang punggungnya. Dara itu dalam keadaan setengah lumpuh, tak dapat meronta, hanya membelalakkan mata memandang ke arah punggung Keng In dengan penuh kebencian dan kemarahan.
"Cepat persiapkan orang-orang mengejar rombongan Thian-liong-pang! Puteri Ketua Thian-liong-pang itu harus dapat kutaklukkan!" berkata Wan Keng In kepada orang-orangnya.
"Bagaimana dengan nona ini, Siauw-tocu...?" Wanita itu bertanya, matanya penuh ketakutan memandang ke arah lubang kuburan ke arah peti yang masih tertutup tanah, peti tempat datuk Pulau Neraka berlatih!
"Bawa dia sebagai tawanan, kalau dia banyak rewel, seret dia! Jangan perbolehkan gadis galak ini banyak tingkah!"
"Siauw-tocu... akan tetapi... dia... dia..."
"Banyak rewel kau!" Wan Keng In membentak, akan tetapi matanya terbelalak kaget melihat wanita yang tadi bicara dan membelenggu serta membungkam mulut Kwi Hong telah roboh terlentang dengan mata mendelik dan nyawa putus! Dan dia melihat Kwi Hong duduk bersila dengan mata dipejamkan dan alis berkerut, seperti orang yang sedang memperhatikan sesuatu.
Memang pada saat itu Kwi Hong sedang mendengarkan suara yang berbisik-bisik di dekat telinganya, suara gurunya, Bu-tek Siauw-jin seolah-olah bicara di dekatnya akan tetapi yang sama sekali tidak berada di situ. Ketika tadi dia melihat wanita Pulau Neraka itu tiba-tiba roboh terjengkang dan mendengar suara itu, tahulah ia bahwa gurunya telah turun tangan!
"Bocah tolol, mana patut menjadi muridku kalau tertotok dan terbelenggu seperti itu saja tidak mampu melepaskan diri? Apa kau sudah lupa akan latihan membangkitkan kekuatan secara otomatis dengan mengandalkan tenaga Inti Bumi yang baru saja kau dapatkan dan yang menjadi dasar dari semua tenaga yang ada?"
Kwi Hong memejamkan mata dan mengerahkan semua perhatian akan petunjuk gurunya yang diberikan lewat bisikan-bisikan itu. Dia mentaati petunjuk itu dan... tiba-tiba darahnya mengalir kembali dan totokan itu tertembus oleh hawa Inti Bumi dari dalam! Setelah totokan terbebas, sekali mengerahkan tenaga belenggunya yang hanya terbuat dari tali itu putus semua dan sekali renggut dia telah melepaskan sapu tangan yang menutupi mulutnya, kemudian meloncat berdiri!
Wan Keng In memandang dengan mata terbelalak. Totokannya adalah totokan yang tidak lumrah, bukan totokan biasa melainkan totokan yang ia latih dari gurunya. Menurut gurunya, tidak ada orang di dunia ini yang akan dapat memulihkan orang yang terkena totokannya karena totokan itu mengandung rahasia tersendiri. Bahkan menurut gurunya, Pendekar Siluman sendiri pun belum tentu mampu membebaskan orang yang tertotok olehnya.
Bagaimana sekarang gadis itu, tanpa bantuan, sanggup membebaskan? Kalau hanya memutuskan belenggu itu, dia tidak merasa heran, akan tetapi dapat membebaskan diri dari totokannya, benar-benar membuat dia menjadi ngeri! Tentu ada yang memberi petunjuk! Otomatis dia menoleh ke kanan kiri dan hatinya menjadi kecut. Jangan-jangan Pendekar Siluman yang ditantangnya telah berada di sekitar situ dan memberi petunjuk kepada gadis itu lewat bisikan yang dikirim melalui tenaga khikang!
"Pendekar Siluman! Kalau kau sudah datang, mari kita bertanding sampai selaksa jurus!" Dia menantang sambil meraba gagang pedang di balik jubah.
"Tutup mulutmu yang sombong! Aku masih sanggup melawanmu!" bentak Kwi Hong dan tiba-tiba dia menubruk maju, memukul dengan dorongan kedua tangannya ke arah dada dan pusar. Pukulan yang hebat karena kalau tangan kirinya dia menggunakan tenaga Swat-im Sin-ciang yang dingin, tangan kanannya yang menghantam ke pusar dia isi dengan saluran tenaga Hwi-yang Sin-ciang yang panas.
Melihat ini Keng In meloncat ke belakang, akan tetapi tiba-tiba Kwi Hong yang kedua pukulannya luput itu telah jatuh ke atas tanah dengan terbalik, kemudian tanpa disangka-sangka kedua kakinya menendang ke belakang dan tepat mengenai paha dan perut Keng In. Tenaga tendangan model sepak kuda ini bukan main kuatnya sehingga biar pun Keng In sudah mengerahkan sinkang, tetap saja terlempar sampai lima meter jauhnya!
"Berhasil...!" Kwi Hong bersorak sambil meloncat bangun.
Akan tetapi ia segera kecewa karena mendengar bisikan gurunya mengomel. "Apa artinya kalau hanya mampu membuat dia terlempar? Hayo lawan terus, pergunakan Tenaga Inti Bumi!"
Kwi Hong melihat bahwa Keng In sudah meloncat turun dan biar pun sepasang mata pemuda itu terbelalak penuh keheranan terhadap ilmu tendangan yang aneh dan tidak patut itu, dia tidak terluka dan mukanya yang tampan membayangkan kemarahan.
"Engkau sudah bosan hidup!" bentaknya dan tiba-tiba tubuhnya sudah mencelat ke depan dan tampak sinar kilat berkelebat ketika tangannya mencabut keluar Li-mo-kiam. Sekali ini dia benar-benar mengambil keputusan untuk membunuh gadis itu dengan pedang gadis itu sendiri yang tadi dirampasnya.
"Aahhh...!" Tiba-tiba Keng In berdiri tak bergerak, pedang yang diangkat ke atas kepala itu tidak jadi dilanjutkan gerak serangannya dan dia memandang ke depan dengan muka pucat.
Di depannya telah berdiri Bu-tek Siauw-jin, Si Kakek Pendek yang tahu-tahu telah berada di depan pemuda itu dengan lengan kiri dilonjorkan, tangan terlentang terbuka seperti orang minta-minta. "Kembalikan pedang muridku itu!"
Sejenak Keng In terbelalak bingung, masih belum dapat menerima ucapan itu. Gadis itu murid susiok-nya? Teringat ia akan anggota Pulau Neraka yang tewas secara aneh. Kini mengertilah dia. Tentu Bu-tek Siauw-jin inilah yang telah membunuh wanita yang membelenggu Kwi Hong, dan kakek ini pula yang membuat gadis itu tadi mampu membebaskan diri dari pada totokannya!
Keng In adalah seorang pemuda yang tidak mengenal takut, akan tetapi menghadapi paman gurunya ini yang bahkan disegani oleh Cui-beng Koai-ong sendiri, dia tidak berani melawan. Hanya keraguannyalah yang membuat dia masih belum menyerahkan pedang yang diminta itu.
"Akan tetapi... Susiok..."
"Masih berani membantah dan tidak berikan pedang itu kepadaku?"
Cepat dan gugup Keng In menyerahkan pedang itu yang diterima oleh Bu-tek Siauw-jin dan dilemparkannya pedang itu kepada muridnya. Kwi Hong menyambut pedang itu dengan hati girang sekali.
"Maaf, Susiok. Teecu tidak tahu bahwa dia murid Susiok..."
"Hemmm, sekarang sudah tahu!"
"Tapi... dia adalah keponakan dan murid Pendekar Siluman!"
"Ha-ha-ha-ha-ha-heh-heh! Dan engkau sendiri siapa, anak siapa? Heh-heh, setidaknya Pendekar Siluman adalah Majikan yang tulen dari Pulau Es!"
Mendengar ucapan ini, wajah Keng In menjadi merah sekali. Dia merasa terhina dan marah, akan tetapi terpaksa dia menahan kemarahannya. Dengan ucapan itu, paman gurunya yang ugal-ugalan itu hendak mengingatkan bahwa dia hanyalah putera dari seorang Majikan atau Ketua Boneka dari Pulau Neraka! Sama saja dengan mengatakan bahwa paman gurunya itu masih lebih baik dari pada gurunya dalam hal menerima murid dan bahwa keponakannya atau murid dari Majikan Pulau Es masih lebih baik dari pada putera dari Ketua Boneka Pulau Neraka!
"Susiok...!"
"Kau mau apa?"
"Teecu tidak apa-apa, akan tetapi teecu akan menceritakan kepada Suhu tentang keanehan ini."
"Hemmm, kalau engkau mengira akan dapat mempergunakan Gurumu sebagai perisai maka engkau adalah seorang pengecut dan seorang yang bodoh!"
"Teecu tidak bermaksud mengadu... hanya... teecu rasa Susiok telah salah menerima murid..."
"Desssss!" Tiba-tiba tubuh Keng In terpental sampai beberapa meter jauhnya. Tidak tampak kakek pendek itu menyerang, akan tetapi tahu-tahu pemuda itu terlempar! Keng In cepat meloncat berdiri lagi, diam-diam dia terkejut akan tetapi juga lega bahwa susiok-nya yang aneh itu tidak melukainya.
"Kau berani memberi kuliah kepadaku tentang bagaimana mengambil murid?" Bu-tek Siauw-jin membentak.
"Maaf, teecu mohon diri...!"
"Pergilah! Dan ingat, kelak muridku ini yang akan menandingimu!"
Keng In menjura dan meloncat pergi, loncatannya jauh sekali seperti terbang sehingga mengagumkan hati Kwi Hong. Lebih terkejut lagi gadis ini ketika mendengar suara bisikan yang halus dan jelas dari jauh, suara pemuda itu.
"Kita sama lihat saja apakah perempuan bodoh ini akan dapat menandingiku!"
Bu-tek Siauw-jin mengerutkan alisnya dan menoleh kepada para anak buah Pulau Neraka yang kini sudah menjatuhkan diri berlutut semua. "Lekas kalian pergi dari sini, tinggalkan mayat-mayat itu biar dimakan burung gagak!"
Anak buah Pulau Neraka itu menjura, kemudian bangkit dan pergi tanpa mengeluarkan kata-kata lagi. Bu-tek Siauw-jin lalu berkata kepada muridnya, suaranya singkat dan ketus, berbeda dengan biasanya yang suka berkelakar. "Mari kita pergi!"
Kwi Hong menurut dan berjalan mengikuti kakek pendek itu keluar dari tanah kuburan, menuruni bukit kecil. Akan tetapi akhirnya dia tidak kuat menahan penasaran hatinya dan berkata, "Suhu, bagaimana engkau bersikap begitu kejam, membiarkan mayat anak buahmu terlantar di sana dan dimakan gagak?"
Mulut kakek itu tidak kelihatan bergerak, akan tetapi terdengar suara ketawanya, seolah-olah suara itu keluar dari perut melalui lubang lain, bukan mulut!
"Heh-heh-heh! Engkau merasa kasihan kepada mayat yang tidak bernyawa lagi, akan tetapi tidak kasihan kepada burung-burung gagak yang kelaparan!"
Kwi Hong terbelalak. "Suhu! Biar pun sudah menjadi mayat yang tak bernyawa, akan tetapi itu adalah mayat-mayat manusia! Teecu tidak biasa bersikap kejam, sejak kecil diajar supaya berperi kemanusiaan oleh paman atau guru teecu!"
Tiba-tiba Bu-tek Siauw-jin menghentikan langkahnya dan memandang muridnya dengan mata lebar dan mulut menyeringai, kemudian dia tertawa bergelak, "Ha-ha-ha-ha! Semenjak kecil, manusia diajar segala macam kebaikan! Manusia mana yang sejak kecilnya tidak diajar dan dijejali segala macam pelajaran tentang kebaikan oleh ayah bunda atau guru-gurunya? Agama bermunculan dengan para pendetanya. Ahli-ahli kebatinan bermunculan saling bersaing, mereka semua berlomba untuk menjejalkan pelajaran tentang kebaikan kepada manusia-manusia, semenjak manusia masih kecil sampai menjadi kakek-kakek. Akan tetapi, adakah seorang saja manusia yang baik di dunia ini? Setiap orang manusia, menurut ajaran agama masing-masing, berlomba keras dalam teriakan anjuran agar mencinta sesama manusia, namun di dalam hati masing-masing menanam dan memupuk perasaan saling benci, bahkan yang pertama-tama adalah membenci saingan masing-masing dalam menganjurkan cinta kasih antar manusia! Gilakah ini? Atau aku yang gila? Ha-ha-ha! Muridku, kalau engkau melakukan kebaikan karena ajaran-ajaran itu, bukanlah kebaikan sejati namanya, melainkan melaksanakan perintah ajaran itu! Engkau ini manusia ataukah boneka yang hanya bergerak dalam hidup menurut ajaran-ajaran yang membusuk dan melapuk dalam gudang ingatanmu?"
"Engkau sendiri dalam pertandingan dengan enak saja membunuh manusia lain, sama sekali tak merasa akan kekejaman perbuatanmu, tetapi baru melihat aku meninggalkan mayat agar membikin kenyang perut gagak yang kelaparan, kau katakan kejam! Ha-ha-ha, muridku. Pelajaran pertama bagi manusia umumnya, termasuk aku, adalah mengenal wajah sendiri yang cantik, akan tetapi juga mengenal isi hati dan pikiran kita sendiri yang busuk, jangan hanya mengagumi lekuk lengkung tubuh sendiri yang menggairahkan akan tetapi juga mengenal isi perut yang tidak menggairahkan!"
Kwi Hong memandang gurunya dengan sinar mata bingung. Gurunya ini bukan manusia lumrah, bukan orang waras. Tentu agak miring otaknya. Sekali bicara tentang hidup, kacau balau tidak karuan. Maka dia diam saja, kemudian melanjutkan langkah kakinya ketika melihat gurunya sudah berjalan kembali dengan langkah pendek.
"Kau tentu tidak dapat menangkan Keng In sebelum engkau mahir betul menggunakan Ilmu Menghimpun Tenaga Inti Bumi. Bocah itu telah berhasil mewarisi kepandaian Suheng. Lihat saja warna mukanya tadi!"
Kwi Hong cemberut, dalam hatinya dia tidak senang dikatakan bahwa dia tidak akan menang menghadapi Keng In. Kini mendengar disebutnya warna muka muda itu dia mengingat-ingat. "Warna mukanya biasa saja. Mengapa, Suhu?"
"Justru yang biasa itulah yang luar biasa!" Gurunya menjawab dan berjalan terus.
Kwi Hong menoleh, terbelalak tidak mengerti. "Eh, apa maksudmu, Suhu?"
"Begitu bodohkah engkau? Semua murid Pulau Neraka memiliki wajah yang berwarna, apakah engkau lupa? Bahkan Ketua Boneka, ibu bocah itu sendiri, mukanya berwarna putih seperti kapur! Itulah tanda orang yang memiliki tingkat tertinggi Pulau Neraka yang menjadi akibat himpunan sinkang yang mengandung hawa beracun pulau itu! Bahkan mendiang Sute Ngo Bouw Ek pun mukanya masih berwarna kuning, berarti bahwa ibu bocah itu masih setingkat lebih tinggi dari padanya. Hanya aku dan Suheng Cui-beng Koai-ong saja yang tidak terikat oleh warna muka, bisa mengubah warna muka sesuka hati kami berdua. Hal itu menandakan bahwa kami berdua adalah dapat mengatasi pengaruh hawa beracun Pulau Neraka, dan tingkat kami sudah lebih tinggi. Kalau sekarang Wan Keng In sudah menjadi biasa warna kulit mukanya, hal itu berarti bahwa dia pun sudah terbebas dari pengaruh hawa beracun, berarti tingkatnya sudah lebih tinggi dari tingkat ibunya sendiri!"
"Wah, hebat sekali kalau begitu!" Diam-diam Kwi Hong bergidik. Kalau benar-benar pemuda itu tingkatnya sudah melampaui tingkat kepandaian Majikan Pulau Neraka, benar-benar merupakan lawan yang berat! "Teecu menerima gemblengan Suhu, jangan-jangan muka teecu akan menjadi berwarna pula!"
"Heh-heh-heh, jangan bicara gila! Kalau engkau berlatih di atas Pulau Neraka, tentu saja engkau akan mengalami keracunan dan mukamu berubah-ubah sesuai dengan tingkatmu sebelum engkau dapat mengatasi hawa beracun itu. Akan tetapi engkau kulatih di luar Pulau Neraka. Pula, engkau telah memiliki dasar sinkang dari Pulau Es yang amat kuat, kiranya engkau hanya akan terpengaruh sedikit dan setidaknya kalau engkau berlatih di sana, engkau mendapatkan warna putih atau kuning. Sudahlah, mulai sekarang engkau harus benar-benar mencurahkan perhatian, berlatih dengan tekun. Melihat kemajuan dan tingkat bocah tadi, aku hanya akan menurunkan ilmu-ilmu yang paling tinggi saja kepadamu. Ini pun hanya akan dapat kau andalkan untuk memenangkan pertandingan melawan Keng In kalau engkau berlatih dengan sungguh-sungguh hati dan mati-matian."
Mereka berjalan terus dan sampai lama keduanya tidak bicara. Tiba-tiba Kwi Hong bertanya, "Suhu, sebetulnya yang mempunyai kepentingan mengalahkan Wan Keng In itu siapakah? Teecu ataukah Suhu?"
Kakek itu berhenti dan menengok kepada muridnya, memandang dengan mata terbelalak kemudian tertawa bergelak, "Ha-ha-ha, habis kau kira siapa?"
"Teecu tidak mempuyai urusan pribadi dan tidak mempunyai permusuhan langsung dengan pemuda Pulau Neraka itu, sungguh pun teecu tidak suka kepadanya. Kalau tidak kebetulan bertemu dengannya, teecu tidak bertempur dengannya dan teecu juga tidak akan mencari-cari dia untuk diajak bertanding. Hal itu berarti bahwa kalau teecu mati-matian mempelajari ilmu sudah tentu bukan dengan tujuan untuk semata-mata kelak dipergunakan untuk menandingi orang itu."
"Kalau begitu, mengapa tadi engkau sudah enak-enak di dalam peti, tahu-tahu engkau keluar dan menyerangnya?"
"Karena teecu tidak ingin dia mencelakai dara itu."
"Hemm, bocah puteri Ketua Thian-liong-pang itu! Mengapa engkau membantunya?"
Kwi Hong tak dapat menjawab. Tadi ketika membuka peti matinya dan melihat Milana, ia segera mengenal dara itu sebagai Milana, puteri dari pamannya, puteri Pendekar Super Sakti dan Puteri Nirahai! Akan tetapi, begitu mendengar bahwa dara itu adalah puteri Ketua Thian-liong-pang, dia menjadi ragu-ragu, bahkan teringat bahwa yang hampir mencelakainya ketika dia mengintai di rumah penginapan rombongan Thian-liong-pang, yang menggunakan tali sutera hitam panjang, juga gadis itulah! Benarkah gadis itu Milana? Kalau benar Milana, mengapa disebut puteri Ketua Thian-liong-pang? Maka, kini pertanyaan gurunya tak dapat ia menjawabnya sebelum dia yakin benar apakah dara itu Milana atau bukan.
"Teecu... teecu tidak bisa diam saja melihat seorang gadis terancam bahaya."
"Ha-ha-ha, cocok dengan semua pelajaran tentang kebaikan yang kau terima sejak kecil dari Pamanmu?"
Disindir demikian, Kwi Hong diam saja, hanya cemberut. Kemudian dia mendapat kesempatan membalas. "Telah teecu katakan tadi bahwa teecu tidak mempunyai kepentingan mengalahkan Wan Keng In. Akan tetapi Suhu agaknya bersemangat benar untuk melihat teecu mengalahkan dia! Apakah bukan karena Suhu ingin bersaing dengan Supek Cui-beng Koai-ong?"
Kakek itu melotot, kemudian menghela napas dan membanting-banting kakinya seperti sikap seorang anak-anak yang jengkel hatinya. "Sudahlah! Sudahlah! Engkau benar! Memang demikian adanya. Suheng telah melanggar sumpah, mengambil murid! Maka aku pun memilih engkau sebagai murid untuk kelak kupergunakan menandingi muridnya agar Suheng tahu akan kesalahannya! Nah, katakanlah bahwa engkau tidak mau membantu aku! Tidak usah berpura-pura!"
Kwi Hong tersenyum. Suhu-nya ini benar-benar seorang yang amat aneh, luar biasa, agak sinting, sakti seperti bukan manusia lagi, akan tetapi sikapnya menyenangkan hatinya! Biar pun ugal-ugalan, akan tetapi entah bagaimana tidak menjadi benci, malah dia suka sekali.
"Suhu, sebagai murid tentu saja teecu akan membantu Suhu karena sebagai seorang guru yang mencinta muridnya, tentu Suhu juga selalu ingin membantu muridnya seperti teecu, bukan?"
"Wah-wah-wah, dalam satu kalimat saja, engkau mengulang-ulang sebutan guru dan murid beberapa kali sampai aku jadi bingung! Katakan saja, apa yang kau ingin kulakukan untuk membantumu agar kelak engkau pun akan suka membantuku?"
Kwi Hong tersenyum lebar. Biar pun kelihatan sinting, gurunya ini ternyata cerdik sekali dan mudah menjenguk isi hatinya. Ia teringat akan urusan Gak Bun Beng, dan teringat akan niatnya meninggalkan pamannya. Dia berniat pergi ke kota raja, membantu Bun Beng menghadapi musuh-musuhnya yang berat, dan juga untuk merampas kembali pedang Hok-mo-kiam yang dahulu dicuri oleh Tan-siucai dan Maharya. Tanpa bantuan seorang sakti seperti gurunya ini, mana mungkin dia akan berhasil menghadapi orang-orang sakti seperti Koksu Negara Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun dan dua orang pembantunya yang hebat itu, sepasang pendeta Lama dari Tibet, Thian Tok Lama dan Thai Li Lama. Belum lagi kalau berhadapan dengan Tan-siucai dan gurunya yang sakti, Si Ahli Sihir Maharya!
"Suhu, sebelum bertemu dengan Suhu, teecu telah lebih dulu menjadi keponakan dan murid Pendekar Super Sakti. Berarti, biar pun teecu berhutang kepada Suhu, akan tetapi teecu juga sudah berhutang budi kepada Pendekar Super Sakti yang belum teecu balas. Benarkah pendapat ini?"
Betapa kaget hati Kwi Hong ketika melihat gurunya itu menggeleng kepala kuat-kuat! "Tidak benar! Tidak betul! Orang yang melibatkan diri dalam hutang-piutang budi, baik yang berhutang mau pun sebagai yang menghutangkan adalah orang bodoh karena hidupnya tidak akan berarti lagi! Katakan saja apa yang akan kau lakukan dan apa yang dapat kubantu tanpa menyebut tentang hutang-piutang budi segala macam!"
Kwi Hong menelan ludahnya sendiri. Sukar juga menentukan sikap menghadapi seorang sinting dan kukoai (ganjil) seperti gurunya ini! Akan tetapi dia teringat akan watak gurunya yang seperti kanak-kanak ketika mengadu jangkrik, yaitu gurunya tidak bisa menerima kekalahan! Gadis yang cerdik ini segara berkata,
"Suhu, urusan mengalahkan Wan Keng In adalah urusan mudah saja. Asalkan Suhu mau mengajar teecu dengan sungguh-sungguh dan teecu akan berlatih dengan tekun, apa sih sukarnya mengalahkan bocah sombong itu? Akan tetapi teecu mempunyai beberapa orang musuh yang benar-benar amat sukar dikalahkan, amat sakti, jauh lebih sakti dari pada sepuluh orang Wan Keng In. Bahkan, dengan bantuan Suhu sekali pun teecu masih ragu-ragu dan khawatir apakah akan dapat mengalahkan mereka...?"
"Uuuuttt! Sialan kau! Aku sudah maju membantu masih khawatir kalah? Jangan main-main kau! Siapa musuh-musuhmu itu? Asal jangan tiga orang pengawal Tong Sam Cong saja, masa aku tidak mampu kalahkan?"
Yang dimaksudkan oleh kakek itu dengan tiga orang pengawal Tong Sam Cong adalah tiga tokoh sakti dalam dongeng See-yu, yaitu tiga orang pengawal Pendeta muda Tong Sam Cong atau Tong Thai Cu yang melawat ke Negara Barat (India) untuk mencari kitab-kitab Agama Buddha. Mereka itu adalah Si Raja Monyet Sun Go Kong, Si Kepala Babi Ti Pat Kai dan See Ceng.
"Biar pun tidak sesakti para pengawal Tong Thai Cu, akan tetapi teecu sungguh tidak berani memastikan apakah dengan bantuan Suhu sekali pun teecu akan dapat mengalahkan mereka. Mereka itu adalah Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun, Thian Tok Lama, Thai Li Lama dan Maharya!" Kwi Hong sengaja tidak menyebut nama Tan-siucai karena untuk menghadapi orang ini tidaklah terlalu berat.
Kakek itu tiba-tiba menjadi bengong. "Kau... bocah begini muda... telah menanam bibit permusuhan dengan orang-orang macam mereka itu?"
"Harap Suhu tidak perlu mengalihkan persoalan. Kalau Suhu merasa jeri dan tidak berani membantu teecu menghadapi mereka teecu pun tidak dapat menyalahkan Suhu karena mereka memang amat sakti. Hanya Paman Suma Han saja kiranya yang akan dapat mengalahkan mereka."
Kakek itu tersentuh kelemahannya. Mukanya menjadi merah sekali dan kedua lengannya digerak-gerakkan ke kanan kiri. Terdengar suara keras dan empat batang pohon di kanan kirinya tumbang dan roboh terkena pukulan kedua tangannya!
"Siapa bilang aku jeri? Kalau Suma Han pamanmu yang buntung itu dapat menandingi mereka, mengapa aku tidak? Hai, bocah tolol, kau terlalu memandang rendah Gurumu! Lihat saja nanti, aku akan membikin empat orang tua bangka itu terkencing-kencing dan terkentut-kentut minta ampun kepadamu! Haiii! Mengapa kau bermusuh dengan mereka?"
"Pendeta India yang bernama Maharya itu telah membunuh burung-burung garuda peliharaan dan kesayangan teecu di Pulau Es bahkan telah merampas pedang pusaka yang teecu amat sayang."
"Hemm, aku akan hajar dan paksa dia mengembalikan pedang. Wah, kau mempunyai sebuah pedang pusaka lain lagi? Apakah Pedang Iblis macam yang kau bawa itu? Hati-hati, dengan segala macam pusaka seganas itu, jangan-jangan akan berubah menjadi iblis!"
"Tidak, Suhu. Pedang pusaka itu adalah sebatang pedang pusaka sejati yang amat ampuh dan bersih."
"Heh-heh-heh! Pedang dibuat untuk memenggal leher orang, menusuk tembus dada orang, merobek perut sampai ususnya keluar, mana bisa dibilang bersih?"
"Ada pun Bhong Ji Kun Si Koksu tengik itu, bersama dua orang pembantunya Thian Tok Lama dan Thai Li Lama, mereka adalah orang-orang yang memimpin pasukan membakar Pulau Es. Karena itu mereka adalah musuh-musuh besar teecu dan teecu hanya dapat mengandalkan bantuan Suhu untuk dapat menghajar mereka."
"Uuuut! Bocah bodoh. Setelah kau mempelajari ilmu dariku dengan tekun dan berhasil baik, apa sih artinya beberapa ekor keledai-keledai tua itu? Tidak usah kubantu, engkau sendiri sudah cukup, lebih dari cukup untuk mengalahkan mereka."
"Akan tetapi, teecu tidak percaya dan tidak akan tenang kalau tidak bersama Suhu. Karena itu, marilah kita pergi ke kota raja mencari mereka, Suhu."
"Tapi kau harus berlatih..."
"Sambil melakukan perjalanan, teecu akan tekun berlatih."
"Tapi aku harus mampir dulu ke kaki Gunung Yin-san, di dekat padang pasir."
"Ihh, tempat itu tandus dan sunyi, mengapa Suhu hendak ke sana? Tentu di sana tidak ada orangnya."
"Memang tidak ada orangnya karena aku ke sana bukan untuk mencari orang."
"Habis, mencari apa?"
"Mencari kelabang!"
"Ihhhh...!"
"Kenapa ihh? Engkau tidak tahu, kelabang di sana berwarna merah darah, panjangnya satu kaki, besarnya seibu jari kaki!"
"Ihhhh...!" Kwi Hong mengkirik, makin geli dan jijik.
"Eh, masih belum kagum? Racun kelabang raksasa merah itu tiada keduanya di dunia ini. Mengalahkan semua racun yang berada di Pulau Neraka!"
Kwi Hong menahan rasa jijik dan gelinya agar tidak menyinggung hati gurunya yang kadang-kadang aneh dan pemarah itu, maka dia berkata mengangguk-angguk, "Wah, kalau begitu hebat. Akan tetapi, untuk apa Suhu mencari Kelabang Raksasa Raja Racun itu?"
"Bulan ini adalah musim bertelur, aku hendak menangkap seekor kelabang betina yang akan bertelur. Sebelum telur-telur itu dikeluarkan, harus dapat kutangkap dia, karena telur-telur yang masih berada di dalam perutnya itu mengandung racun yang paling ampuh karena terendam di dalam sumber racun kelabang itu."
"Hemm, menarik sekali," kata Kwi Hong memaksa diri. "Setelah ditangkap, lalu untuk apa, Suhu?"
"Kupotong bagian perut yang penuh telur itu, lalu kumasak dengan arak merah..."
"Wah, perut penuh telur beracun ganas itu dimasak dengan arak?" Kwi Hong menelan ludah, bukan saking kepingin melainkan untuk menekan rasa muaknya. "Mengapa menyiksa betinanya yang sedang bertelur, Suhu? Bukankah kabarnya kelabang jantan lebih hebat racunnya?"
"Memang demikian biasanya, akan tetapi setelah tiba masa kawin disusul masa bertelur, semua racun berkumpul di tempat telur. Kau tidak tahu, kelabang raksasa di tempat itu mempunyai kebiasaan aneh dan menarik sekali. Di musim kawin, si betina pada saat bersetubuh menggigit leher si jantan dan menghisap darah si jantan berikut racunnya sampai tubuh si jantan itu kering dan mati! Diulanginya perkawinan aneh ini sampai dia menghisap habis darah dan racun lima enam ekor jantan, barulah perutnya menggendut terisi telur. Nah, di tempat telur itulah berkumpulnya semua racun!"
Cuping hidung Kwi Hong bergerak-gerak sedikit karena dia merasa makin muak.
"Suhu mencari barang macam itu, memasaknya dengan arak, untuk Suhu makan?"
Kakek itu menggeleng-geleng kepalanya perlahan. "Bukan...!"
Kwi Hong memandang terbelalak. "Habis, untuk apa...?" Hatinya sudah tidak enak.
"Untuk kau makan!"
"Uuuukhhh!" Kwi Hong mencekik leher sendiri menahan agar jangan sampai muntah, matanya terbelalak memandang gurunya yang tertawa terkekeh-kekeh.
"Bocah tolol! Jangan memikirkan jijiknya, akan tetapi pikirkan khasiatnya! Kalau engkau makan itu, segala macam racun di dunia ini tidak akan dapat mempengaruhi tubuhmu, baik racun yang masuk melalui darah atau melalui perutmu! Dan racun itu cocok sekali untuk membangkitkan tenaga Inti Bumi yang kau latih!"
Kwi Hong tidak dapat membantah lagi, akan tetapi setiap kali teringat akan perut kelabang penuh telur beracun yang harus dimakannya, perutnya sendiri menjadi mual dan dia kepengin muntah! Hal ini agaknya amat menyenangkan kakek itu sehingga di sepanjang jalan Bu-tek Siauw-jin selalu mengulangi godaannya dengan menceritakan tentang segala macam kelabang dan binatang-binatang menjijikkan, hanya untuk membuat muridnya mual, jijik dan ingin muntah! Orang yang aneh luar biasa pula.....
********************

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEPASANG PEDANG IBLIS (BAGIAN KE-7 SERIAL BU KEK SIANSU)